Jumat, 10 Juli 2009

KESENIAN JEMBLUNG SALAH SATU KESENIAN DAERAH KEDIRI YANG MULAI TERLUPAKAN





Selama ini yang kita ketahui tentang kesenian tradisional rakyat Jawa, terutama di daerah Jawa Timur mungkin hanyalah wayang, jaranan atau reog, tetapi ternyata ada kesenian tradisional yang menggabungkan antara musik tradisional Jawa dengan selingan dakwah Islam. Kesenian ini namanya Jemblung.
Memang agak asing di telinga kita jika mendengar kata jemblung. Maklum, kesenian ini mulai tidak dikenal oleh masyarakat. Keberadaan mulai terpinggirakan seiring semakin banyaknya kesenian modern yang digandrungi oleh masyarakat, sehingga Kesenian Jemblung dianggap kuno dan ketinggalan zaman.
Semua itu akibat pergeseran fungsi yang dialami oleh kesenian ini, dulu kesenian ini digunakan sebagai media dakwah tapi sekarang fungsinya telah bergeser sebagai kesenian pentas. Inilah kosekuensi dari jaman globalisasi di mana kebudayaan dari luar bebas masuk sehingga kebudayaan masyarakat asli mulai tak tampak. Karena kita tahu sekarang masyarakat lebih menyukai kesenian modern yang notabene berasal dari luar negeri dari pada kesenian tradisional yang asli dari negeri sendiri.
Indonesia memiliki keanekaragaman yang bermacam-macam, namun keanekaragaman tersebut mulia terancam dengan datangnya budaya modern. Bangsa kita bisa menjadi bangsa yang kehilangan identitas karena sudah tidak menghargai budaya sendiri. Bangsa kita bisa kehalangan budaya sendiri apabila lebih memilih budaya modern. Keadaan ini yang harus dicari jalan keluarnya agar nantinya budaya bangsa kita tidak hilang. Beberapa waktu lalu budaya kita dikilm oleh Negara tetangga dan kita hanya bisa marah saja. Padahal tidak ikut melestarikannya. Jangan sampai hal itu terjadi lagi apalagi terhadap kesenian Jemblung yang mulai terancam punah. Kesenian ini harus dilestarikan kepada anak cucu kita sebagai warisan budaya.



Indonesia terkenal dengan keanegaraman budayanya seperti kesenian yang meliputi lagu daerah, tari daerah, ataupun kesenian tradisional. Letak geografis Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau yang memiliki kesenian tradisional sendiri semakin menambah keanekaragaman budaya Indonesia. Kesenian sendiri diklasifikasikan menjadi beberapa bagian salah satunya seni pertunjukan dan seni pertunjukan dibagi dua yaitu kesenian pertunjukan keraton dan seni pertunjukan rakyat. Untuk seni pertunjukan keraton memang berkembang dari istana kerajaan dan golongan bangsawan saja yang bisa menikmati, sedangkan pertunjukan rakyat berkembang dikalangan rakyat jelata dan bisa dinikmati oleh siapapun. Golongan kesenian ini sangat sederhana dipentaskan.
Seni pertunjukan rakyat sangat banyak jumlahnya dan hampir ditemukan disetiap daerah. Dari sekian banyak seni pertunjukan rakyat terdapat kesenian Jemblung yang asli dari daerah Banyumas Jawa Tengah. Jemblung merupakan salah satu jenis teater tutur yang unik dan spesifik khas Banyumasan yaitu merupakan terater tutur yang tidak menggunakan peralatan musik tradisional dan para pemainnya mengandalkan suaranya sebagai musik pengiring. Dengan suaranya sendiri para pemainnya menirukan bunyi Gamelan bahkan merangkap memainkan peran tokoh yang dibawakan. Jemblung biasanya dimainkan oleh 4 atau 5 orang. Kalau 4 terdiri dari 3 laki-laki dan 1 perempuan, salah seorang dari 4 pemain itu menjadi dalang dan sekaligus menjadi pemain.
Bentuk pementasan Jemblung sangat sederhana dan cukup dilakukan di dalam rumah, karena pemainnya hanya 4 atau 5 orang. Para pemain Jemblung duduk bersila mengelilingi meja kecil dan pendek serta kosong dan tidak ada pelengkap lainnya. Perlengkapan pemain hanyalah Kudhi (semacam pisau khas Banyumasan). Fungsinya Kudhi sebagai peralatan untuk membantu para pemain dalam pementasan. Dan dapat berfungsi sebagai senjata dalam adegan perang, atau sebagai pelengkap lainnya. Pakaian para pemain Jemblung sangat sederhana, yaitu pakaian biasa penduduk tradisi Banyumas (yaitu pakaian lengkap Banyumas terdiri Jas Tutup atau Surban, Kain Batik, belangkon atau Iket dan memakai Selop/Sandal). Semua itu merupakan pakaian adat Jawa. Pada umumnya pakaian ini dipakai hanya untuk keperluan suatu upacara atau pertemuan resmi. Jemblung merupakan teater tutur yang paling sederhana dan paling murni, yang semua diungkapkan lewat media ungkap yang paling esensial, yaitu suara. Dengan kemampuan suaranya para pemain dapat menggambarkan suasana cerita, kejadian dan watak dari berbagai tokoh yang seolah-olah dimainkan oleh berpuluh-puluh orang.
Untuk lakon cerita yang disajikan tidak ubahnya seperti cerita Wayang lainnya. Sebab, Jemblung merupakan akulturasi antara Wayang dengan agama Islam. Jadi masih terdapat pengaruh Hindu dengan Agama Islam. Sehingga lakon dalam Jemblung seperti cerita Wayang pada umumnya, dalam Jemblung Banyumasan sering juga mengambil cerita menak atau golek menak yang sering disebut Babat Menak atau Serat Menak .Ceritanya banyak menyangkut masalah penyebaran agama Islam antara lain cerita yang sangat populer ialah cerita :Wong Agung Minak serta Serat minak.Cerita serat Minak sering dimainkan oleh wayang golek. Cerita Menak juga dimainkan oleh wayang Tingul .Dengan cerita dan tokoh yang terkenal Amir Hamzah dan Umar Maya . Dalam Jemblung pun tokoh yang terkenal disebut disebut Umar Maya dan Umar Madi .Tidak menutup kemungkinan cerita yang dihidangkan dapat berupa cerita rakyat daerah Banyumas atau cerita Panji yang terkenal. Kesenian Jemblung sebagai sebuah produk budaya, juga mengalami difusi atau penyebaran ke daerah lain dan terus mengalami perkembangan sampai sekarang. Penyebaran Jemblung ke daerah lain sampai daerah Kediri. Kediri yang dulunya sebagai pusat kebudayaan dengan kerajaan Dhohonya sebenarnya juga mempunyai kesenian tradisional yaitu Jaranan, namun pengaruh Jemblung juga sampai ke Kediri. Untuk Jemblung di Kediri berbeda dengan Jemblung yang berada di Banyumas. Ketika dipentaskan kesenian ini seperti pertunjukan wayang kulit biasa tetapi bedanya Jemblung tidak ada perantara wayangnya hanya berupa suara mulut saja. Hal itu ada pada pementasan Jemblung Putra Budaya yang menampilkan 10 pemain, 7 orang bertugas memainkan alat musik. Ketujuh alat musik yang dimainkan ialah Gendang, Terbang ,Ketuk, Kenong, Dimplung, Tengeruh, dan Jidor. 2 orang bertugas sebagai dalang. Ada dalang cerita dan dalang shalawat, Dalang cerita berfungsi menceritakan jalannya cerita dalam lakon Jemblung. Sementara dalang shalawat hanya berfungsi melantunkan shalawat pada sela-sela pementasan Jemblung. Sementara 1 pemain terakhir ialah Sinden wanita, menurut Sujiman selaku Dalang sekaligus pimpinan Jemblung Putra Budaya adanya Sinden pada pementasan kali ini hanya sebagai penyegaran saja agar penonton tidak jenuh ketika menyaksikan Jemblung. Ketika pementasan Jemblung dalang dan para pemain yang lain duduk bersila. Dalang selalu berparikan (berpantun) dalam menyampaikan lakon Jemblung. Awal pementasan diisi dengan Shalawat dan memuji Rasulullah. Lakon yang disampaikan ialah tentang Saudagar Dul Jalal dan Peksi Cucak Ijo (Observasi, 7 Mei 2009).
Suatu ketika Saudagar Dul Jalal jatuh cinta kepada seorang wanodyayu (wanita cantik) yang bernama Nyai Muridal Sari. Nyai Muridal ini memiliki pusaka Peksi Cucak Ijo (Burung Cucak Hijau) yang kalau dimakan akan membuat seseorang menjadi Satria. Terus saudagar Dul Jalal melamar Nyai Muridal dan Nyai Muridal menerimanya. Sejak saat itu Nyai Muridal berganti nama menjadi Nyai Dul Jalal. Tahun demi tahun dilewati dan mereka dikaruniai dua putra yang bernama Ahmad dan Muhammad. Mereka dipondokkan oleh orang tuanya ke negeri seberang. Suatu ketika Ahmad dan Muhammad pulang dari menuntut ilmu, mereka mendapati tidak ada orang di rumah. Pada saat itu mereka lapar, mereka melihat Burung Cucak Ijo dan berinisiatif untuk memakannya. Singkat cerita mereka memakan Peksi Cucak Ijo, dan kebetulan Dul Jalal pulang serta melihat hal itu. Dul Jalal marah besar dan langsung mengusir kedua putranya. Namun Nyai Dul Jalal tetap mendoakan kedua anaknya. Ahmad dan Muhammad merantau ke negeri Mesir, di tengah perjalanan mereka berhenti untuk minum di telaga. Ternyata air yang ada di telaga tersebut ialah air sakti yang bercampur dengan kekuatan Peksi Cucak Ijo sehingga membuat Raden Ahmad dan Muhammad menjadi seorang kesatria. Raden Ahmad berada di Negara Mesir yang diperintah oleh Ratu Candrasari. Melihat ketampanan Raden Ahmad membuat Ratu Candrasari mengutus gajah untuk melamarkan Raden Ahmad. Gajah menunaikan tugasnya, namun iktikad baik gajah tidak disambut oleh Raden Ahmad. Raden Ahmad malah mengajak berkelahi gajah, pertarungan berlangsung seru dan akhirnya dengan bantuan adiknya Muhammad, Ahmad berhasil mengalahkan gajah. Mendengar Gajah kalah Ratu Candrasari bergegas menyusulnya, dan akhirnya Candrasari bertemu Ahmad. Ahmad langsung jatuh hati dan akhirnya mereka sepakat menikah. Sementara Muhammad dinikahkan dengan Ratu Gandawati adik dari Candrasari. Akhirnya raden Ahmad menjadi raja dan bergelar Prabu Ganda Supeno. Sedangkan adiknya menjadi senopati dan bergelar Senopati Gandasari. Mendengar anaknya menjadi raja. Nyai Dul Jalal memutuskan kabur dan menemui anaknya. Akhirnya mereka bertemu dan memerintah Negara Mesir dengan bahagia. Itu semua berkat pusaka Peksi Cucak Ijo yang dimakan oleh Ahmad dan Muhammad sehingga membuat mereka menjadi raja Itu tadi salah satu lakon yang ada dalam pementasan Jemblung.
Ada lakon yang memuat tentang perjuangan Islam seperti perjuangan Sunan Kalijaga dalam melaksanakan dakwah ada juga lakon lahirnya Sunan Giri serta berdirinya Kerajaan Demak. Itu semua merupakan lakon yang berkenaan dengan perjuangan awal mula Islam di Indonesia. Ada juga lakon tambahan yang bercerita tentang pahlawana Islam dalam perjuangan mengusir penjajah seperti Pangeran Diponegoro, kyai Mojo, dan Untung Soropati. Pada penceritaan Lakon juga diiringi dengan Shalawat seperti sholawat Badar, Sholawat Tombo Ati ataupun Sholawat Munjiyat. Dalang bertutur sambil diiringi musik, dalang dan dan para pemain lain juga merangkap menjadi pemainnya. Seperti sinden yang menjadi Ratu Candrasari atau Nyai Dul Jalal. Adegan lamaran yang berisi rayu-rayuan dilakukan oleh dalang dan sinden namun hanya dalam suara saja. Ada juga pementasan Jemblung yang menggunakan media wayang sebagai visualisasi tokohnya, Ini ada pada Jemblung Murtadho dari Blitar. Grup kesenian Jemblung ini menggunakan 14 pemain dalam mementaskan Jemblung. Yaitu 8 orang memainkan alat musik, alat musik yang dimainkan ialah Gendang, Terbang, Ketuk, Dimplung, 2 Kenong, Tengeruh, Jidor, serta Organ. Organ digunakan untuk menciptakan musik campursari. 2 orang sebagai dalang cerita dan shalawat. Dan ada 4 sinden. Jemblung Murtadho menambah Jemblung dengan tambahan wayang, pada saat itu Lakon Yang diceritakan ialah Babat Tanah Jawi. Pada saat itu tanah Jawa masih dihuni oleh bangsa lelembut dan Syeh Subakir dan Semar menumbalkan dirinya untuk mengusir lelembut ke Segara Kidul (laut selatan) dan tanah Jawa bisa dihuni. Selain menggunakan wayang, Jemblung Murtadho juga menambahkan musik campursari namun menurut Sujiman hal ini akan mengurangi misi dakwah Jemblung karena orang-orang akan lebih menikmati campursarinya daripada dakwahnya.(Wawancara, 2 Mei 2009).
Meskipun Jemblung di daerah Banyumas dan Kediri banyak sekali perbedaan tetapi tetap tidak meninggalkan identitas Jemblung sebagai kesenian yang Islami, hal itu terbukti dengan lakonnya yang tetap mengusung perjuangan Islam. Sebagaimana umumnya teater tutur, Jemblung mengusung perjuangan Islam. Sebagaimna umumnya teater Jemblung mengandalkan keahlian para pemainnya untuk memainkan tokoh-tokoh dalam pertunjukannya. Apalagi dalangnya harus dituntut berimprovisasi dengan ide baru disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat lingkungannya. Meskipun ceritanya sudah dikenal dan mentradisi, namun dengan kepandaian dalang Jemblung dapat menciptakan suasana yang segar dan baru. Cara bermain tetep mengikuti, cara pendahulunya, namun pemain itu mempunyai ide yang segar dan cara membawakannya yang penuh humor yang dapat memikat para penonton. Cara membawakan penuh variasi, tidak monoton, dan sering membawakan situasa terakhir yang sedang hangat menjadi topik pembicaraan di daerah tersebut.
Fungsi Jemblung
Sejak Jemblung lahir pada abad ke-15 (Wawancara, 21 Maret 2009). Jemblung terus mengalami perkembangan sampai saat ini. Berbagai perubahan konvesional telah dialami oleh kesenian ini. Salah satunya pergeseran fungsi, fungsi Jemblung masa kini sudah berbeda dengan Jemblung dulu. Pada awal perkembangannya Jemblung digunakan sebagai media dakwah agama Islam oleh para wali. Pada zaman tersebut budaya Hindu masih kental di Nusantara dan orang Jawa sangat menyukai kesenian seperti Tembang dan Gamelan. Melihat peluang tersebut para wali mengakulturasi wayang dengan agama Islam hingga lahirlah Jemblung yang digunakan sebagai media dakwah para wali. Hal ini terus terjadi pada awal masuknya Islam pada zaman kolonialpun Jemblung masih digunakan sebagai media dakwah, itu terbukti dengan adanya lakon Jemblung yang mengisahkan Pangeran Diponegoro. Tahun 1960an Jemblung terkenal di wilayah Blitar dan Kediri, saat itu Jemblung berfungsi sebagai media dakwah dan komersialis, karena tawaran tawaran pentas yang mengalir deras akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama karena pamor Jemblung dari tahun ketahun semakin surut. Fungsi Jemblung sekarang menjadi fungsi komersialis dimana Jemblung dipentaskan dalam rangka tertentu. Seperti pada seorang hajatan, syukuran, atau Peringatan Hari Besar Islam seperti Maulid nabi dan Isra’ Mi’raj nabi. Jemblung sekarang juga ada fungsi penyuluhan fungsi ini merupakan progam pemerintah yang menyelipkan tentang progam-program pemerintah seperti KB, konvensi minyak gas dalam hal ini pemerintah bekerja sama dengan seniman Jemblung untuk menginformasikan progam pemerintah ketika pementasan Jemblung (Wawancara,21 Maret 2009).

Sejarah Kesenian Jemblung
Indonesia sebagai negara kepulauan dikenal memiliki banyak kesenian tradisional. Salah satunya kesenian Jemblung yang berasal dari daerah Banyumas Jawa Tengah. Jemblung lahir melalui proses Akulturasi. Di wilayah banyumasan terdapat suatu tradisi, apabila ada seorang yang melahirkan bayi, maka didakan acara nguyen. Yaitu suatu bentuk tirakatan pada malam hari bersama sanak saudara dan tetangga dekat semalam suntuk sampai menjelang subuh. Didalam nguyen tersebut sering diadakan macapatan dari selah peserta nguyen. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kantuk dan juga menolak makhluk halus yang akan mengganggu bayi yang baru lahir atau ibunya yang baru melahirkan. Tradisi seperti ini ada pada abad ke 15 dimana pada saat itu masa awal mula Islam masuk ke Jawa. Macapatan ialah kegiatan menyampaikan sastra lisan dalam bentuk tembang/nyanyian, macapatan ini sangat digemari masyarakat karena pelaksanaannya sangat mudah, sederhana dan murah. Macapatan ini berkembang menjadi Macakanda kemudian karena pengaruh perkembangan teater rakyat lainnya, kemudian berkembanglah menjadi kesenian Jemblung, yaitu salah satu jenis teater tutur, sedangkan menurut Bapak Maksum lahirnya Jemblung bermula dari dakwah yang dilakukan oleh Wali Sanga untuk menarik minat masyarakat Jawa yang saat itu masih memeluk agama Hindu. Pada saat itu masyarakat Jawa sangat menggandrungi kesenian seperti wayang yang pada saat itu masih menjadi pertunjukan kraton. Selain wayang masyarakat juga menyukai bunyi-bunyian seperti bunyi alat musik gamelan ataupun, bunyi-bunyian, tembang/nyanyian. Melihat hal itu akhirnya Wali Sanga memanfaatkannya sebagai media dakwah sehingga banyak kesenian yang diciptakan oleh wali sanga yang merupakan campuran antara budaya Jawa yang berbau Hindu dengan Islam. Banyak kesenian yang dihasilkan oleh Wali Sanga seperti wayang kulit oleh Sunan Kalijaga, macapatan oleh Sunan Bonang, Tembang Lir Ilir oleh Sunan Bonang. Dalam hal ini sunan Kalijaga lebih banyak menciptakan kesenian Jawa Islami karena sunan Kalijaga merupakan satu-satunya wali dari anggota Wali Sanga yang asli penduduk Jawa sehingga benar-benar mengetauhi budaya mesyarakat jawa. Saat menciptakan kesenian Jawa Islami, Sunan Kalijaga mengakulturasi kebudayaan Hindu dengan Islam. Hal itu bisa dilihat dari wayang kulit yang ceritanya dikarang sendiri. Selain itu juga terdapat Jemblung yang merupakan akulturasi wayang dengan agama Islam sehingga tercipta cerita yang disajikan tidak ubahnya seperti wayang lainnya. Sunan Kalijaga mengemas Jemblung dan wayang kulit secara apik (Wawancara, 21 Maret 2009) Ketika Jemblung dipentaskan orang yang ingin menyaksikan tidak dikenakan biaya masuk, akan tetapi diganti dengan kalimat Syahadat sebagai bukti masuk Islam. Sehingga bisa dikatakan pada saat itu Jemblung berfungsi sebagai media dakwah. Sedangkan menurut analisa Bapak Sujiman selaku Dalang sekaligus pimpinan grup Jemblung Putra Budaya, Sebenaranya kesenian Jemblung diciptakan oleh kalangan wali putihan bukan diciptakan oleh kalangan wali abangan seperti sunan Kalijaga. Hal itu bisa dilihat pada aturan dasar Jemblung yang melarang wanita untuk menjadi pemain Jemblung. Selain itu pada pementasan Jemblung juga lebih menekankan misi dakwahnya. Sejarah Jemblung menurut Bapak Sujiman berawal dari kegiatan Macapatan dan bermain kartu yang dilakukan oleh masyarakat Jawa ketika melekan menjaga orang yang meninggal, kegiatan macapatan itu terus berkembang dan diiringi oleh gamelan mulut. Daripada acara melekan diisi dengan macapatan maka para wali menambahakan tutur dakwah dan menambahkan alat musik kentrung hingga dinamakan kesenian kentrung. Kentrung ini merupakan cikal bakal dari kesenian Jemblung. Seiring bertambahnya waktu instrument musik Kentrung ditambah dengan Jidor yang menghasilkan bunyi blung blung sehingga dinamakan kesenian Jemblung (Wawancara, 2 Mei 2009).
Perkembangan Jemblung dari Zaman ke Zaman
Sejak muncul pada abad ke 15 (Wawancara, 21 maret 2009) Jemblung terus mengalami perkembangan sampai sekarang. Hal itu bisa dilihat dari pergeseran fungsi ataupun perkembangan lakon yang dialami oleh kesenian ini. Melihat perkembangan yang dialami oleh Jemblung dapat diklarifikasikan menjadi 3 zaman mulai lahirnya Jemblung sampai perkembangan saat itu hingga saat ini, yaitu:
1. Zaman Awal Islam
Pada zaman ini Jemblung lahir bermula dari akulturasi antara wayang dengan agama Islam. Jemblung terus menyebar dari daerah asalnya banyumas kedaerah-daerah lainnya, karena Jemblung digunakan sebagai media dakwah. Lakon/ceritanya masih seputar dakwah Islam yang dilakukan oleh para wali.Kesenian ini masih menjadi sarana dakwah para wali belum berfungsi untuk hiburan masyarakat.
2. Zaman Kolonial
Seperti kesenian tradisional lainnya keberadaan Jemblung pada zaman kolonial tidak terlalu diketuhi perkembangannya tetapi tetap ada keberadaannya. Hal ini bisa dilihat dari lakon Jemblung yang bercerita tentang perjuangan para pahlawan Islam seperti Pangeran Diponegoro, Sentot Prawiradirjo, dan Kyai Mojo. Hal itu membuktikan bahwa Jemblung tetap ada pada zaman kolonial. Menurut Sujiman Jemblung pada masa ini selain digunakan media dakwah juga digunakan untuk menghimpun massa dalam melawan penjajah.
3. Zaman kemerdekaan sampai sekarang
Setelah Indonesia memprokamirakan kemerdekaan pada tahun 1945. Jemblung terus mengalami kemajuan yang pesat bahkan pada tahun 1960an, Jemblung terkenal di Karesidenan Kediri dan sekitarnya. Fungsi Jemblung telah berubah dari medis dakwah namun talah menjadi sarana hiburan bagi masyarakat. Sampai saat ini Jemblung mulai terus mengalami perkembangan namun keberadaannya mulai tersingkirkan oleh kesenian modern.
Alasan Dinamakan Jemblung
Terdapat dua pendapat yang dirujuk dalam alasan penamaan Jemblung. Pendapat pertama diambil berdasarkan bunyi yang dihasilkan oleh instrument yang mengiringi cerita Jemblung. Pendapat yang kedua berdasarkan nama salah satu tokoh cerita menak yakni Jemblung Marmadi. Menurut pendapat yang pertama, instrumen terbang atu Jidor Jemblung yang berukuran besar apabila dipukul menghasilkan suara blung…..blung….blung. oleh karena itu seni bercerita yang menggunakan terbang yang berukuran besar itu disebut Jemblung. Pendapat yang kedua bermila dari cerita menak bernama Marmadi. Murmadi mempunyai badan besar dan perut buncit. Orang yang mempunyai potongan seperti itu diberi sebutan Jemblung. Sehingga nama Marmadi menjadi Jemblug Marmadi sedangkan seninya diberi nama Jemblung. Dari dua pendapat diatas, pendapat yang lebih dapat diterima adalah pengertian yang didasarkan oleh tiruan bunyi (pendapat pertama) (Wawancara 7 Mei 2009).
Upaya Upaya yang Dilakukan untuk Mengembangkan Kesenian Jemblung
Karena keberadaannya yang mulai terpinggirkan seiring datangnya kesenian modern, maka dilakukan berbagai upaya untuk mengembangkan serta melestarukan kesenian ini. Upaya tersebut muncul dari inisiatif dalang Jemblung yang ingin menarik minat masyarakat untuk lebih peduli terhadap kelestaruan kesenian Jemblung. Upaya itu berupa penambahan lakon yang dulunya berkisar Hikayat Amir Hamzah sekarang ditambah lakon perjuangan Islam. Dan lakon bisa juga disesuaikan dengan permintaan. Selain itu juga ada tambahan instrumen musik dengan menambahkan alat musik seperti kenong, tengeruh, dimplung dan lain-lain. Ada juga tambahan dengan memasukkan musik campur sari dan musik gambus ala timur tengah agar Jemblung lebih menarik lagi (Wawancara, 21 Maret 2009) Ada lagi upaya yang dilakukan oleh seniman Jemblung untuk mengembangkan kesenian ini yaitu dengan mengadakan visualisasi atau penggambaran dari tokoh-tokoh yang ada dalam lakon Jemblung. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesan monoton dalam pementasan jemblung, karena selama ini lakon dalam tokoh jemblung hanya digambarkan melalui suara saja tidak ditampilkan dalam bentuk boneka seperti wayang. Oleh karena itu diadakan visualisasi berupa wayang dalam pementasan Jemblung saat ini, tetapi hanya pemeran lakon saja yang divisualisasi (Wawancara 7 Mei 2009). Selain itu, upya yang dilakukan untuk mengembangkan Jemblung dengan mengikuti berbagai festival budaya seperti event Traditional Expo yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Nusantara Kediri. (Observasi, 7 Mei 2009).
Namun berbagai upaya dalam mengembangkan Jemblung di atas tidak boleh meninggalkan 5 ciri khas Jemblung yang asli. Ciri khas Jemblung yang tidak boleh ditinggalkan ialah:
Cerita atau Lakon
Ciri khas Jemblung yang tidak boleh ditinggalkan ialah cerita yang merunut pada Hikayat Amir Hamzah atau cerita yang menyangkut masalah penyebaran agama Islam, seperti cerita Wali Songo.
Sholawatan dan Lagu (gending Jemblung)
Dalam hal ini shalawatan dan lagu tidak bisa dipisahkan dari pementasan Jemblung, kerena ada dua dalang dalam Jemblung Kediren, satu dalang berfungsi sebagai petutur kisah dan satu lagi sebagai sinden atau dalang sholawatan. Dalang sholawatan hanya bertugas menyanyikan lagu sholawat seperti Sholawat Tombo Ati, Sholawat Mujiat dan lain-lain. Dalam melagukan sholawatpun juga ada perbedaan tiap daerah. Untuk daerah Kediren lagu atau cengkoknya kenceng/lurus sedangkan daerah lainnya cenderung lekuk ( Wawancara 7 Mei 2009).
Humor yang bernafaskan parikan
Dalam setiap pementasan Jemblung, homor atau guyonan tidak dapat dihilangkan. Disini dalang Jemblung dituntut untuk selalu menciptakan suasana segar dan baru yang dilakukan dengan geguyon (Kelakar) penuh canda. Dan geguyon tersebut harus bernafaskan parikan atau pantun. Dan parikan tersebut harus mengandung humor.
Interaksi dalang dengan Penonton
Selain dituntut untuk menciptakan suasana segar dan baru, dalang Jemblung juga harus pandai berinteraksi dengan penonton interaksi tersebut bisa berupa tanya jawab atau permintaan kritik dan saran. Interaksi tersebut bisa dilakukan pada saat Jemblung pentas atau setelah Jemblung pentas
Misi Dakwah
Ciri khas Jemblung yang benar-benar tidak boleh ditinggalkan ialah misi dakwahnya. Dalam setiap pementasannya Jemblung selalu mengandung misi dakwah untuk mengajak taqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena Jemblung adalah kesenian Jawa Islami yang digunakan sebagai sarana dakwah yang bertujuan memberi penjelasan kepada masyarakat sekaligus mengajak iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain upaya yang dilakukan oleh seniman Jemblung untuk mengembangkan kesenian ini, upaya untuk mengembangkan serta melestarikan Jemblung juga dilakukan oleh pemerintah. Hal ini terbukti dengan mengirim delegasi Jemblung ke beragai festival budaya namun upaya itu dirasa kurang oleh dalang Jemblung.
Banyak juga kendala-kendala yang dirasakan oleh seniman Jemblung dalam mengembangkan kesenian Jemblung diantaranya :
1. Belum terbentuknya wadah perkumpulan/paguyuban seniman Jemblung sehingga para seniman sulit bertukar informasi mengenai Jemblung.
2. Kesenian ini kurang diminati oleh kaum muda sehingga regenerasi yang dilakukan oleh seniman Jemblung kurang berjalan
3. Banyak kesenian modern yang lebih digemari oleh masyarakat sehingga membuat Jemblung terpinggirkan.
Keberadaan Kesenian Jemblung Saat Ini Ditengah Banyaknya Kesenian Modern
Jemblung saat ini bisa dikatakan hampir punah kerena sedikit sekali jumlah seniman Jemblung yang masih eksis atau bertahan. Hal itu didukung dengan banyaknya kesenian modern yang semakin digandrungi oleh masyarakat daripada kesenian tradisional sehingga Jemblung mulai tidak dikenal, terpinggirkan, dan dianggap kuno. Apalagi Jemblung kurang dinikmati olek kaum muda dan peminat Jemblung rata-rata orang tua. Untuk saat ini Jemblung hanya dipentaskan dalam rangka tertentu, seperti peringatan hari besar, atau dalam rangka memenuhi Hajatan. Jemblung pun kurang terpublikasi sehingga keberadaanya mulai tidak dikenal. Oleh karena itu dalam setiap pementasannya, dalang mengemban misi dari pemerintah untuk melestarikan keenian ini jangan sampai punah, karena Jemblung merupakan warisan budaya yang serat akan makna filosofis dan religius serta tak ternilai harganya (Wawancara 21 Maret 2009).

2 komentar:

CERPEN DAN PUISI KREATIVITAS SASTRA on 3 Oktober 2017 pukul 21.42 mengatakan...

mohon maaf. saya mau tanya, untuk kelonpok jemblung putra budaya ini apakah masih ada di kediri? kalau iya minta tolong di share alamat lengkapnya terima kasih

wawan setiawan on 5 November 2020 pukul 21.16 mengatakan...


Salam Kenal dari baitulkhitankediri.com, kami melayani Khitan Anak & Dewasa di Kota Kediri di dan Juga Kediri Kabupaten (Pare, Ngadiluwih, dan sekitarnya), Khitan Aman, Modern dan Profesional.

Posting Komentar

 

KEDIRI ONLINE Copyright © 2008 Black Brown Art Template by Ipiet's Blogger Template